Senin, 02 September 2013

Celoteh : Seorang Guru, Ya... Seorang Guru

Baiklah, para pembaca yang budiman, post kali ini bukan merupakan bagian dari keseharian gue sebagai pelajar UTM, melainkan sebagai sebuah celoteh singkat mengenai apa yang terlintas di dalam pikiran secara tiba-tiba. Perubahan dalam gaya bahasa dan penulisan bersifat temporer dan hanya berlaku di rubrik celoteh.

Bismillah.

Baru saja beberapa menit yang lalu saya membuka sebuah video di youtube, saya yang notabene sedang berada di luar Indonesia pasti merasakan yang dinamakan rindu dengan tanah air yang tercinta, mungkin memang benar jika banyak yang berkata bahwa orang Indonesia, sejauh apapun dipisahkan dari tanah kelahirannya, pasti pernah terbesit untuk kembali ke tanah airnya yang menjadi tanah kelahirannya. Kendatipun keadaan yang sulit, fasilitas yang serba kekurangan, pemerintahan dan segala macam masalah yang senantiasa menyapa rakyat Indonesia dari hari ke hari, namun bagaimanapun juga, saya yakin jika salah satu dari kita datang lalu bertanya dengan masyarakat Indonesia secara langsung "Apakah Anda cinta dengan Indonesia?" maka saya sangat yakin bahwasanya sebagian besar akan menjawab "Saya cinta Indonesia" atau jawaban yang senada dengan jawaban tersebut.

Kembali ke pokok pembicaraan, video yang saya buka bisa dilihat disini. Sebuah lagu yang hanya terdiri dari satu bait empat baris namun sangat menyentuh dan bagi mereka yang memiliki jiwa patriotisme pasti akan terenyuh hatinya dan akan meleleh air matanya, terlebih bagi yang sedang dipisahkan dari tanah airnya yang begitu dicintainya.

Sebuah video dari sebuah komunitas Indonesia Mengajar yang sangat menyentuh bagi saya. Mungkin akan timbul pertanyaan, mengapa? Mengapa menyentuh? Mengapa guru? Mengapa bukan yang lain? Mungkin pertanyaan itu akan terlintas setelah membuka link video diatas lalu menontonnya.

Keinginan dari Hati

Ketika saya masih duduk di bangku SMA, saya pernah terpikir mengenai cita-cita saya, masa depan saya, kelak jika saya sudah dewasa, mau jadi apa saya? Pertanyaan klise khas anak SMA yang bakalan menjadi sesuatu yang cukup berat untuk diselesaikan di bangku SMA dimana masih dalam keadaan sangat labil dan mudah terpengaruh oleh berbagai perihal.


Lalu pada suatu ketika, saya pernah terpikir mengenai menjadi seorang guru. Ya, seorang guru. Yang dikenal dengan "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa". walaupun sekarang sudah bisa dikatakan memiliki tanda jasa dengan adanya sertifikasi atau semacamnya, mari kita singkirkan sejenak detil-detil tersebut.

Seorang guru, mungkin banyak yang menganggap remeh atau menganggap rendah profesi seorang guru, sebuah profesi yang dipandang sebelah mata, melelahkan, dan dianggap tidak sebanding antara gaji yang didapat dengan penat lelah yang dilaksanakan. Profesi yang kurang tinggi di mata orang tua yang memiliki anak-anak generasi masa kini.

Namun jika kita telaah kembali, pandangan-pandangan negatif dan sempit tersebut tidak sepenuhnya benar, kendatipun ada satu dua fakta yang menjadi sesuatu yang sulit untuk dipungkiri kembali.

Hakikat Guru

Seorang guru adalah sebuah profesi yang mulia, jika diambil dari pengertiannya menurut KBBI :

"orang yg pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar" -Sumber

Orang yang pekerjaannya mengajar, lantas apa yang dimaksud dengan mengajar? Secara sempit mungkin guru sebagai pengajar berarti seorang guru datang lalu duduk dan mengajar murid-muridnya. Namun secara luas, artian guru adalah seseorang yang bekerja sebagai pengajar, pendidik, penuntun dan pengarah kepada muridnya tanpa terbatas umur, ruang, dan waktu meskipun ini adalah pengertian seorang guru menurut saya, bukan menurut seorang ahli, tapi saya rasa ini patut dipertimbangkan.

Guru sebagai seorang pengajar, memiliki makna bahwasanya seorang guru memiliki tugas untuk mengajar, memberikan ilmu pengetahuan kepada muridnya, secara eksplisit mungkin melakukan perpindahan antara ilmu seorang guru dengan muridnya dengan metode mengajar sebagai perantaranya.

Guru sebagai pendidik, bermakna seorang guru memikul sebuah beban untuk mendidik muridnya memiliki berbagai hal, salah satunya adalah karakter. Seorang murid adalah gambaran dari seorang guru. Dalam suatu pepatah jika seorang murid berkelakuan buruk, maka murid tersebut yang salah, namun jika seorang guru memiliki banyak murid, lalu hampir semua muridnya berkelakuan buruk, maka itu gurunya yang salah. Berbicara mengenai salah dan benar, bukan berarti saya berbicara tanpa dasar, melainkan atas pengalaman saya sendiri selama saya menjani proses pendidikan selama 12 tahun di Indonesia, menempuh SD, SMP, dan SMA. Tidak sedikit kejadian yang bisa dijadikan pedoman dan dasar atas fenomena ini.

Kembali ke hakikat guru sebagai pendidik karakter, karakter secara luas berpengaruh terhadap bagaimana murid akan bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan baik oleh guru maupun lingkungan sosialnya. Jika seorang murid memiliki karakter yang keras kepala, maka jika berada di lingkungan sosial yang keras, murid tersebut akan kesulitan untuk menjalankan kehidupan sosialnya, begitu pula dengan kendala-kendala lainnya. Lantas muncul sebuah pertanyaan, Apakah ini salah guru? Tidak, tidak sepenuhnya.

Guru sebagai penuntun dan pengarah, disinilah peran guru sebagai seseorang yang harus memiliki kemampuan untuk memimpin, memiliki kemampuan untuk mengarahkan, menjalankan serangkaian kegiatan dengan fokus untuk menuntun dan mengarahkan muridnya. Sebagian besar guru mungkin hanya ingat poin pertama yakni sebagai pengajar, namun poin terakhir ini, bisa dikatakan sebagai beban paling berat dari tanggung jawab seorang guru.

Sebagai penuntun dan pengarah, bermakna sebagai penunjuk jalan, sebagai kompas dan penentu arah serta jalan mana yang harus ditempuh oleh seorang murid. Sebuah tanggung jawab dimana jika seorang murid di masa depannya gagal dan tidak mampu, maka secara kasar, guru yang bertanggung jawab, meskipun banyak faktor-faktor yang menentukan pula, seperti lingkungan sosial, keluarga, teman, dan lain sebagainya.

Namun, penuntun disini bukan berarti seorang guru harus selalu ada di sini seorang murid lalu menunjukkan yang mana yang benar dan yang nama yang salah. Sebuah pepatah yang mungkin sering kita dengar dapat menjadi acuan bagi kita dalam hal ini.

Guru biasa memberitahukan
Guru baik menjelaskan
Guru ulung memeragakan
Guru hebat mengilhami

Mungkin dari pepatah tersebut, poin terakhir dapat dijelaskan, guru hebat mengilhami, guru yang hebat akan menyampaikan aspirasinya kepada muridnya, mengenai apa yang menjadi motivasinya, apa yang menjadi semangatnya, apa yang menjadi dasar baginya, dan yang terpenting, apa yang menjadi penuntunnya sehingga dia mampu untuk mengajarkan ilmu yang dimilikinya beserta segala karakter yang dimilikinya kepada muridnya.


Profesi seorang guru dianggap melelahkan bagi sebagian orang, mungkin untuk yang satu ini saya tidak bisa berkomentar, sebab dalam pandangan saya, melelahkan atau tidaknya suatu profesi bersifat relatif dan tidak bisa ditentukan oleh satu parameter saja. Bisa saja seorang perawat mengatakan bahwa profesi guru adalah profesi yang mengasyikkan, bisa saja seorang pedagang mengatakan profesi seorang polisi pamong praja sebagai profesi yang mengasyikkan, dan segala macam "bisa saja-bisa saja" lainnya.

Mengenai pandangan orang tua terhadap profesi seorang guru, secara garis besar, orang tua adalah mereka yang menjalani proses pendidikan, baik secara formal dididik oleh seorang guru di sekolah dengan profesi guru, maupun secara tidak formal dididik di masyarakat oleh semua orang, singkat kata mereka hidup di zaman yang berbeda. Mengapa saya katakan begitu? Orang tua dari generasi ini secara umum menjalankan kehidupan sekolahnya sebagai mereka yang masih merasakan betapa ngerinya pendidikan pada zaman sebelumnya, mereka merasakan bagaimana hidup di zaman dimana modernasi besar-besaran belum terjadi. Sehingga atas dasar tersebut, pedoman dari orang tua secara umum tidak dapat menjadi dasar yang kuat, meskipun nasehat dari orang tua merupakan sebuah pemikiran yang luhur dan bisa dikatakan sebagai pendapat yang absolut yang tidak bisa diganggu gugat. Namun globalisasi adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari maupun dihentikan.

Fenomena globalisasi yang terjadi di seluruh dunia adalah sebuah bukti bahwa dunia semakin hari semakin berkembang di segala bidang, terutama di bidang informasi dan teknologi, salah satu bukti yang paling besar adalah kemunculan internet secara luas yang kini menjadi salah satu kebutuhan sekunder bahkan primer bagi seluruh masyarakat dunia. Lantas apa kaitannya dengan guru? Apa kaitannya dengan nasehat orang tua mengenai profesi seorang guru?

Pada era globalisasi, seorang guru dituntut lebih, yakni menguasai zaman, menguasai teknologi dan segala yang berkaitan dengan muridnya. Sebagian besar orang tua masih menganggap pekerjaan seorang guru paa tahun 80-an adalah pekerjaan yang sama dengan guru di era globalisasi, yang pada kenyataannya sangat berbeda satu sama lainnya.

Singkat kata, perbedaan membuat pedoman yang lama tidak bisa digunakan kembali sehingga harus disesuaikan dengan pedoman yang baru secara lebih baik dan umum, kesimpulannya, profesi seorang guru yang dahulu dianggap sebagai profesi yang keras kini adalah profesi yang justru membutuhkan kelembutan yang ekstra. Profesi seorang guru yang dahulu dianggap inferior dibandingkan profesi seperti dokter dan pejabat dianggap sebelah mata.

Namun sebuah fakta yang mungkin tidak kita lihat, kalau bukan guru yang mengajarkan seseorang untuk menjadi orang yang hebat, siapa lagi? Mungkin masih ada masyarakat atau orang tua, namun bukankah sebagian besar dari hidup seorang anak dari generasi milenium ini dihabiskan di sekolah? Sebuah alasan yang logis dan sangat masuk akal bagi saya.

Lantas, kembali ke pertanyaan yang menjadi dasar dari celotehan ini, mengapa saya begitu tertarik untuk menjadi seorang guru?

Pertanyaan mudah, namun saya akan menjelaskannya dengan sebuah teori yang cukup dikenal.

Secara singkat saya gambarkan mengenai seorang guru, seorang guru yang memberitahukan suatu ilmu kepada TIGA orang murid, lalu tiga orang murid tersebut secara individu menyampaikan ilmu kepada TIGA orang murid lainnya, lalu tiga orang tersebut menyampaikannya lagi dengan konsep yang sama kepada tiga orang lainnya lagi, dan begitu seterusnya.
Jika digambarkan secara gambar kurang lebih akan seperti diatas. Lalu apa yang menjadikan hal itu begitu menarik?

Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda :
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Sekiranya itu sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan mengapa profesi seorang guru begitu mulia, dan saya rasa hadits diatas tetap bisa diterapkan secara universal untuk agama lainnya terlepas dari sudut pandang saya sebagai orang Islam yang sebenar-benarnya Islam (InsyaAllah).

Akhir kata, saya sebagai seorang manusia yang tidak lepas dari kesalahan baik kecil maupun besar memohon maaf yang sebesar-besarnya terutama kepada kaum guru yang semisal ada kesalahan dalam tulisan ini saya mohon maaf sebagai seorang manusia dan sebagai seorang siswa.

Wallahu alam wa bisshawab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar